14 December 2015

 02:00         1 comment
PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA
MATERI STATISTIKA SISWA KELAS X

Oleh: 
ERNI VIYANNA


ABSTRAK



Kebanyakan siswa kurang berminat pada matematika dikarenakan adanya kecenderungan bahwa yang ditampilkan kepada siswa adalah deretan rumus-rumus yang abstrak sehingga membuat siswa merasa bosan dan jenuh untuk mempelajari materi matematika akibatnya hasil belajarnya kurang optimal. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu kegiatan pembelajaran yang dapat membuat siswa aktif dan kreatif dalam  mengkontruksikan ide-idenya melalui konteks dunia nyata sehingga mendorong siswa membentuk suatu pemahaman matematika. Salah satu pendekatan yang dapat menjawab tantangan tersebut adalah melalui pendekatan kontekstual. Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukan penelitian pada pembelajaran materi statistika melalui pendekatan kontekstual pada siswa kelas X SMK Negeri 3 Kota Banda Aceh. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendiskripsikan ketuntasan belajar siswa, respon siswa dan hasil belajar terhadap kegiatan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual. Penelitian ini menggunakan penelitian eksperimen dengan desain pre test dan post test group. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMK Negeri 3 Kota Banda Aceh yang berjumlah 219 siswa yang terdiri dari 7 kelas, sedangkan sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas X-BS2 sebanyak 34 siswa diambil dengan teknik purposive sampling. Data dikumpulkan dengan teknik tes, dokumentasi dan angket respon siswa. Pengolahan data dilakukan dengan statistik uji t. Dari hasil pengolahan data diperoleh  bahwa thit = 11,23 dan ttabel = 1,71 sehingga hipotesis Ho ditolak dan hipotesis Ha diterima. Dapat disimpulkani hasil belajar siswa antara tes akhir dengan tes awal meningkat dengan penerapan pendekatan kontekstual pada materi statistika di kelas X SMK Negeri 3 kota Banda Aceh. Dari 34 orang siswa terdapat 31 siswa atau 91,18% yang tuntas belajar materi statistika setelah diterapkan suatu perlakuan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran. 


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting yang harus dimiliki oleh siapa saja, baik anak-anak maupun orang dewasa. Dunia pendidikan adalah dunia yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Manusia yang selalu diiringi pendidikan, kehidupannya akan selalu berkembang ke arah yang lebih baik. Tidak ada zaman yang tidak berkembang, tidak ada kehidupan manusia yang tidak bergerak, dan tidak ada manusia pun yang hidup dalam stagnasi peradaban.[1] Oleh karena itu pendidikan merupakan proses yang mengangkat harkat dan martabat manusia sepanjang hayat. Dengan demikian pendidikan memegang peranan yang menentukan perkembangan manusia untuk memperoleh kesuksesan dalam kehidupannya.
Pelaksanaan pendidikan dapat diadakan melalui pendidikan formal maupun informal. Lembaga pendidikan formal atau sekolah mempunyai jenjang pendidikan dari TK hingga perguruan tinggi. Pengelolaannya dilakukan oleh tenaga pendidik yang membantu anak memberikan pendidikan sampai proses evaluasi prestasi belajarnya tercapai.
Menurut E. Mulyasa, pembelajaran pada hakikatnya adalah “proses interaksi antara siswa dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilaku kearah yang
lebih baik”.[2] Pada proses interaksi tersebut banyak sekali faktor yang mempengaruhinya, baik faktor internal yang datang dari diri individu maupun faktor eksternal yang datang dari lingkungan. Selanjutnya Mulyasa menyatakan bahwa “pada proses pembelajaran, tugas guru yang paling utama adalah mengkondisikan lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan perilaku bagi siswa”.[3]
Dewasa ini berbagai upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan telah dilakukan, antara lain berupa pengembangan kurikulum sebagai keseluruhan program pengalaman belajar, pengadaan buku-buku pelajaran beserta buku pegangan guru, penambahan dan penataran guru dan pembinaan perpustakaan madrasah sebagai pusat atau sumber belajar. Namun apapun yang telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan, yang pasti sebagaimana dikemukakan oleh para teoritis pendidikan, adalah bahwa peningkatan mutu pendidikan tidak mungkin ada tanpa  performansi para gurunya.
Guru memiliki peranan utama dalam mengoptimalkan proses belajar siswa. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Oemar Hamalik yaitu  “Guru menjadi faktor penentu keberhasilan proses pendidikan,  sebab mereka menduduki posisi kunci dalam usaha pencapaian tujuan pendidikan”.[4] Dengan demikian, guru hendaknya berwawasan luas dan mampu mengantisipasi persoalan-persoalan yang terjadi dalam proses belajar mengajar. Hamalik juga mengemukakan bahwa peranan guru yang sangat  penting adalah:
Mengaktifkan dan mengefisienkan proses belajar mengajar di sekolah termasuk di dalamnya penggunaan strategi mengajar guru matematika itu. Karena itu, cara mengajar guru adalah langkah-langkah yang dirancangkan atau dilakukan guru dalam proses belajar-mengajar yang sangat dipengaruhi minat peserta didik terhadap mata pelajaran.[5]

Hal ini berarti  pembelajaran yang baik sangat bergantung pada pemilihan dan penggunaan strategi mengajar yang sesuai dengan tujuan mengajar. Untuk itu dituntut kepada guru untuk memilih strategi mengajar yang tepat dalam proses belajar mengajar. Oleh karena itu, tanggungjawab guru dalam proses pembelajaran sangat diperlukan. Begitu juga dengan pembelajaran matematika, peranan guru menjadi faktor penentu keberhasilan siswa.
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang ada disetiap jenjang pendidikan, baik dijenjang pendidikan dasar, menengah maupun perguruan tinggi. Peranan matematika sangat penting dalam menunjang pembangunan di bidang pendidikan, bagi siswa penguasaan matematika akan menjadi sarana yang ampuh sebagai penunjang mempelajari mata pelajaran lain.
Kenyataan di lapangan penguasaan matematika bagi siswa menunjukkan bahwa kebanyakan siswa kurang berminat pada matematika dikarenakan adanya kecenderungan bahwa yang ditampilkan kepada siswa adalah deretan rumus-rumus yang abstrak sehingga membuat siswa merasa bosan dan jenuh untuk belajar dan mempelajari materi tersebut. Susanto mengemukakan, “minat akan berdampak terhadap kegiatan yang dilakukan seseoarang. Dalam hubungannya dengan kegiatan belajar, minat tertentu dimungkinkan akan berpengaruh terhadap hasil belajar siswa, hal ini dikarenakan adanya minat siswa terhadap sesuatu dalam kegiatan belajar itu sendiri”.[6]
Berdasarkan observasi lapangan yang peneliti lakukan di SMK Negeri 3 Banda Aceh, peneliti memperoleh informasi bahwa ada beberapa materi pelajaran matematika yang dianggap sulit oleh beberapa siswa. Salah satu materi pelajaran tersebut adalah materi statistika. Statistika merupakan materi pelajaran matematika yang wajib dipelajari oleh siswa kelas X semester II. Pokok bahasan statistika sangat banyak kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Namun, sebahagian siswa sering mengalami masalah dan mengeluh dalam menyelesaikan soal pada materi statistika. Ini dibuktikan dari banyaknya siswa yang mengatakan bahwa materi ini sulit karena dalam materi tersebut banyak perhitungan-perhitungan dengan menggunakan rumus-rumus yang berbeda, selain itu materi statistika juga membutuhkan ketelitian yang tinggi untuk menyajikan serta mengolah data yang ada seperti penyajian data kedalam bentuk tabel dan diagram/plot yaitu diagram batang, lingkaran, garis dan gambar dan menentukan ukuran pemusatan data yaitu menghitung rataan, median dan modus, sehingga beberapa siswa memperoleh tidak mencapai ketuntasan belajar.[7]
Disadari atau tidak, statistika telah banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Pernyataan-pernyataan seperti: setiap hari terjadi 13 kecelakaan kenderaan di Banda Aceh, hasil padi musim panen mendatang diperkirakan 50 kuintal tiap hektar dan 10% anak-anak SD mengalami putus sekolah setiap tahun, sering kita dengar atau baca di surat-surat kabar. Uraian singkat di atas, hendak menggambarkan kepada kita bahwa statistika sebenarnya sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari terutama bagi generasi penerus bangsa.
Ada kecenderungan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan memgetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi mengingat jangka pendek tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang. Untuk mencapai tujuan- tujuan pembelajaran tersebut salah satu cara yandapat ditempuh oleh seorang guru adalah dengan menerapkan pendekatan kontekstual. Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.[8]
Dengan menggunakan  pendekatan kontekstual diharapkan hasil pembelajaran akan lebih bermakna bagi peserta didik. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan peserta  didik bekerja  dan mengalami, bukan transfepengetahuan dari guru ke  peserta didik. Hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi peserta didik untuk memecahkan persoalan, berfikir kritis dan melaksanakan observasi serta menarik kesimpulan dalam kehidupan jangka panjangnya. Dalam konteks ini, peserta didik perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dalam status apa mereka dan bagaimana mencapainya. Mereka sadar bahwa yang mereka pelajari berguna bagi hidupnya nanti. Dengan begitu mereka memposisikan sebagai diri sendiri yang memerlukan suatu bekal untuk hidupnya nanti. Mereka mempelajari apa yang bermanfaat bagi dirinya dan berupaya menggapainya.
Dari latar belakang  di atas peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul Penerapan Pendekatan Kontekstual Pada Materi Statistika Siswa Kelas X SMK Negeri 3 Kota Banda Aceh”.

B.     Penjelasan Istilah
Untuk memudahkan memahami maksud dari keseluruhan penelitian, maka peneliti merasa perlu memberikan beberapa definisi tentang istilah yang ada dalam penelitian ini, antara lain:
1.      Penerapan
Menurut  pusat pembinaan dan pengembangan belajar kamus besar bahasa indonesia, “Penerapan adalah peragaan atau prihal mempraktekkan”.[9] Menurut Dwi Andi K, “Penerapan adalah pemasangan, pengenaan perihal mempraktekkan”.[10] Jadi penerapan yang dimaksud adalah perihal yang mempraktekkan atau menerapkan pendekatan kontekstual pada materi statistika.
2.      Pendekatan Kontekstual
Nurhadi menyatakan kontekstual adalah “konsep belajar yang membantu guru menggabungkan isi pelajaran dengan dunia nyata, dan memotivasi siswa menghubungkan pengetahuan dengan penerapan dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat”.[11] Menurut Sanjaya ada tiga hal yang harus dipahami dalam pendekatan kontekstual: Pertama kontekstual menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi, kedua kontekstual mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, ketiga mendorong siswa untuk dapat menerapkan dalam kehidupan”.[12]
3.      Statistika
Materi statistika merupakan salah satu materi yang diajarkan dikelas X SMK/sederajat yang bertujuan agar siswa dapat menyajikan dan mengolah data.

C.    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana hasil belajar siswa dengan penerapan pendekatan kontekstual pada materi statistika siswa kelas X SMK Negeri 3 Kota Banda Aceh?
2.      Bagaimana tingkat ketuntasan  belajar siswa dengan penerapan pendekatan kontekstual pada materi statistika siswa kelas X SMK Negeri 3 Kota Banda Aceh?
3.      Bagaimana respon siswa dengan penerapan pendekatan kontekstual pada materi statistika siswa kelas X SMK Negeri 3 Kota Banda Aceh?

D.    Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah:
1.      Untuk mengetahui hasil belajar siswa dengan penerapan pendekatan kontekstual pada materi statistika siswa kelas X SMK Negeri 3 Kota Banda Aceh.
2.      Untuk mengetahui tingkat ketuntasan  belajar siswa dengan penerapan pendekatan kontekstual pada materi statistika siswa kelas X SMK Negeri 3 Kota Banda Aceh.
3.      Untuk mengetahui respon siswa dengan penerapan pendekatan kontekstual pada materi statistika siswa kelas X SMK Negeri 3 Kota Banda Aceh.
Penelitian yang dilaksanakan di kelas X SMK Negeri 3 Kota Banda Aceh ini menurut penulis memiliki beberapa manfaat yaitu:
1.      Menambah pengetahuan serta wawasan bagi peneliti tentang pendekatan kontekstual yang dapat dilakukan dalam mempersiapkan diri sebagai calon pengajar dimasa yang akan datang.
2.      Memberi informasi kepada guru tentang proses belajar mengajar dengan penerapan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran materi statistika.
3.      Meningkatkan kemampuan siswa dalam pembelajaran materi statistika.

E.     Postulat dan Hipotesis Penelitian
Menurut Suharsimi “postulat atau anggapan dasar penelitian adalah sebuah titik tolak pemikiran yang kebenaranya diterima oleh penyelidik”.[13] Maka yang menjadi anggapan dasar dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Materi statistika adalah salah satu materi yang diajarkan di SMK Negeri 3 Kota Banda Aceh.
2.      Pendekatan  kontekstual adalah strategi pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran matematika.
Suatu penelitian dilengkapi dengan hipotesis. Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang secara teoritis dianggap paling tinggi tingkat keberadaannya. Hal ini sesuai yang dikemukakan oleh Suharsimi Arikunto yaitu “ hipotesis dapat diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalah penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul”.[14] Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah “Hasil belajar siswa antara tes akhir dengan tes awal meningkat dengan penerapan pendekatan kontekstual pada materi statistika”.

F.     Metode Penelitian
1.      Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menerapkan metode penelitian pre experimen design atau sering juga disebut dengan quasi experimen yang dilakukan dalam bentuk pemberian perlakuan secara klasikal. Sedangkan untuk rancangan penelitian menggunakan model rancangan one grup pretest-post test design. Menurut Suharsimi Arikunto “di dalam desain ini observasi dilakukan sebanyak 2 kali yaitu sebelum eksperimen dan sesudah eksperimen. Observasi yang dilakukan sebelum eksperimen (O1) disebut pre-test, dan observasi yang dilakukan sesudah eksperimen (O2) disebut post-test”.[15] Berikut adalah pola atau gambaran desain one grup pretest-pos test design.
Tabel 1.1 Rancangan Penelitian
            O1                                    X                                      O2
Keterangan :
X    =   Treatment (perlakuan )
O1   =   Hasil observasi sebelum perlakuan
O2   =   Hasil observasi setelah perlakuan
Dalam pelaksanaannya diambil satu kelas sebagai sampel kemudian terlebih dahulu diberikan tes awal, setelah diberikan tes awal seterusnya menerapkan suatu perlakuan terhadap sampel tersebut, kemudian dilakukan tes akhir. Untuk mengetahui efektif atau tidaknya perlakuan yang diberikan, maka dibuat perbandingan antara hasil tes awal dengan tes akhir. Jika setelah dilakukan analisa data ternyata hasil tes akhir lebih baik dari pada tes awal, maka disimpulkan bahwa perlakuan yang diberikan lebih baik. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Suharsimi Arikunto yaitu “perbedaan antara Odan O2 yakni O1 dan O2 diasumsikan merupakan efek dari treatmen atau eksperimen”.[16]

2.      Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi adalah keseluruhan objek yang akan diteliti dalam suatu penelitian. Penetapan populasi penelitian merupakan suatu hal yang penting diperhatikan karena penelitian itu sendiri bertujuan untuk mengambil kesimpulan terhadap populasi secara keseluruhan. Sebagaimana dijelaskan oleh Sudjana:
Populasi adalah totalitas semua nilai yang mungkin, hasil perhitungan, pengukuran kuantitatif maupun kualitatif mengenai karakteristik tertentu dari semua anggota kumpulan yang lengkap dan jelas yang ingin dipelajari sifat-sifatnya, Sedangkan sampel adalah bagian dari populasi yang dapat mewakili populasi tersebut.[17]

Berdasarkan uraian di atas, maka dalam penelitian ini yang dijadikan populasi adalah seluruh siswa kelas X SMK Negeri 3 Kota Banda Aceh yang berjumlah 219 orang, dengan jumlah siswa laki-laki 9 orang dan siswa perempuan 210 orang. Adapun keadaan populasi siswa kelas X SMK Negeri 3 Kota Banda Aceh adalah sebagai berikut:


Tabel 1.2. Data siswa kelas X SMK Negeri 3 Kota Banda Aceh tahun pelajaran 2014/ 2015
No
Kelas
Pembagian Kelas
Jenis Kelamin
Jumlah
Laki-Laki
Perempuan
1
X
BS1

38
38
2
BS2

34
34
3
BS3

39
39
4
JB
3
30
33
5
PT

30
30
6
KC

19
19
7
PH
6
20
26
Jumlah

9
210
219
Sumber: Dokumentasi SMK Negeri 3 Kota Banda Aceh 2015
Setelah menetapkan populasi dari penelitian ini, selanjutnya ditentukan pula sampel penelitian. Sampel dalam penelitian ini penulis pilih secara purposive sampling (dengan pertimbangan) yaitu kelas X-BS2 sebanyak 34 siswa, alasan penulis pilih kelas tersebut antara lain pertimbangan dari guru matematika dan rata-rata hasil belajar matematika siswa yang kurang memuaskan.

3.      Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah:
a.       Tes
Menurut Arifin tes adalah suatu cara yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan evaluasi yang berupa item atau soal yang harus dikerjakan oleh siswa yang menghasilkan nilai dari jawaban yang diberikan.[18]

 Tes yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah tes tertulis dalam bentuk essay yang dirangkum berdasarkan buku pegangan guru dan buku lain yang relevan. Dalam penelitian ini tes dilakukan sebanyak dua kali, yaitu tes awal dan tes akhir.
Tes awal dilaksanakan untuk mengukur pengetahuan awal siswa sebelum pelaksanaan pembelajaran dengan penerapan pendekatan kontekstual materi statistika. Tes akhir dilakukan setelah proses belajar mengajar selesai dilaksanakan dengan penerapan pendekatan kontekstual. Tes akhir ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada peningkatan hasil evaluasi belajar matematika pada siswa yang diajarkan dengan penerapan pendekatan kontekstual, dengan membandingkan antara hasil tes akhir dengan hasil tes awal.

b.      Dokumentasi
Dokumentasi merupakan pengumpulan data yang bersifat dokumen, yang bersumber dari suatu lembaga. Pengumpulan data inisebagai data penunjang dari data lapangan yang berupa penerapan pendekatan kontekstual pada siswa kelas X SMK Negeri 3 Kota Banda Aceh.

c.       Angket Respon Siswa
Angket adalah kumpulan dari pertanyaan yang digunakan secara tertulis kepada respon dan cara menjawab juga dilakukan dengan tertulis.[19] Adapun bentuk angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket tertutup yang terdiri dari sejumlah pertanyaan kepada subjek dengan jumlah pertanyaan sebanyak 8 pertanyaan. Lembar angket siswa diadopsi dari skripsi Noraliana mahasiswa Fakultas Tarbiyah Muhammadiyah Aceh jurusan Pendidikan Matematika yang berjudul Penerapan Pendekatan Open-Endded. Siswa memberikan cek list () pada kolom yang tersedia untuk setiap pertanyaan yang diajukan. Angket tersebut dibagikan  kepada siswa setelah keseluruhan kegiatan pembelajaran selesai di laksanakan.

4.      Teknik Analisis Data
Setelah semua data terkumpul maka untuk menjawab permasalahan penelitian yang telah dirumuskan kemudian dilakukan perhitungan sebagai berikut:
a.       Ketuntasan Hasil Belajar Siswa
Seorang siswa dikatakan tuntas belajar secara individual apabila nilai yang diperoleh sesuai dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah ditetapkan di SMK Negeri 3 Kota Banda Aceh yaitu 75, sedangkan suatu kelas dikatakan tuntas belajar secara klasikal jika 85% siswa tuntas belajar.[20] Data yang digunakan untuk menganalisis ketuntasan hasil belajar adalah data yang diperoleh dari hasil tes, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa siswa dikatakan tuntas belajar secara individu bila memiliki daya serap  75. Sedangkan suatu kelas dikatakan tuntas belajar secara klasikal tercapai bila ≥ 85%  siswa dikelas tersebut telah tuntas belajar. Jawaban tes digunakan untuk melihat ketuntasan hasil belajar. Skor yang diperoleh dari hasil tes tersebut dijadikan sebagai data penelitian yang akan diolah. Setelah data terkumpul maka disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi. Selanjutnya data akan dianalisis dengan menggunakan teknik analisis deskriptif persentase dengan rumus:
P =
Keterangan:         
P   = Nilai persentase siswa yang tuntas      
f    = Frekuensi siswa yang tuntas
n   = Jumlah seluruh siswa.  

b.      Analisis Hasil Belajar
pengolahan data diawali dengan mentabulasi data yang telah terkumpul ke dalam daftar distribusi frekuensi, kemudian untuk menghitung nilai rata-rata, varians, hingga menguji hipotesis diperlukan analisis data. Langkah-langkah yang akan dilakukan untuk mengenalisis data hasil belajar siswa adalah sebagai berikut:
1.      Untuk membuat daftar distribusi frekuensi dengan panjang kelas yang sama, Sudjana mengemukakan langkah-langkah sebagai berikut:
a.       Tentukan rentang, ialah data terbesar dikurangi data terkecil.
b.      Tentukan banyak kelas interval yang diperlukan dengan n sebagai banyak siswa, dapat digunakan aturan Sturges, yaitu :
Banyak kelas = 1 + 3,3 log n
c.       Tentukan panjang kelas interval P, dapat ditentukan oleh rumus aturan :
P =
d.        Pilihlah ujung bawah kelas interval pertama. Untuk ini biasa diambil sama dengan data terkecil atau nilai data yang lebih kecil dari data yang terkecil tetapi selisihnya harus kurang dari panjang kelas yang ditentukan.[22]

2.      Data yang telah disusun dalam distribusi frekuensi kemudian dicari nilai rata-ratanya. Menurut Sudjana, nilai rata-rata siswa () dihitung dengan rumus :
Keterangan :
() = Skor rata-rata siswa
fi = Frekuensi kelas interval
xi = Nilai tengah[23]

3.      Selanjutnya ditentukan pula varians (S2) data. Menurut Sudjana, varians (S2) diperoleh dengan rumus :
Keterangan :
S = Standar deviasi
xi = Nilai tengah hasil tes
fi = Frekuensi untuk nilai xi
n = Banyak data[24]
4.      Sebelum melakukan pengujian hipotesis data dianalisis menggunakan statistik inferensial untuk menguji normalitas yang diambil sebagai sampel. Untuk menguji normalitas data dapat digunakan rumus :
Keterangan :
χ2 = Chi-kuadrat
Oi = Frekuensi observasi
Ei = Frekuensi harapan[25]

Dengan kriteria pengujian, data berdistribusi normal jika χ2 ≤ χ21 – α pada taraf sifnifikan α = 0,05 dan dk = k – 3. Untuk menghitung Z – score digunakan rumus sebagai berikut :
Keterangan :
x = Batas kelas
 = Rata-rata skor
S = Standar deviasi[26]

5.      Setelah dilakukan pengujian normalitas, maka langkah selanjutnya yaitu menguji hipotesis. Adapun hipotesis yang akan diuji dengan menggunakan rumus statistik uji-t, seperti yang telah dikemukakan oleh sudjana berikut :
Keterangan :
Md = Rata-rata dari gain antara tes akhir dan tes awal
d = Gain (selisih) skor tes akhir terhadap tes awal setiap subjek
n = Jumlah subjek[27]

Kemudian untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh dalam penerapan metode problem solving (pemecahan masalah), maka dilakukan pengujian hipotesis pada taraf signifikan 0,05. Sudjana mengemukakan bahwa “kriteria penguji hipotesis untuk uji-t pihak kanan dengan dk = k – 3 dengan ketentuan:
·         Tolak Ho dan terima Ha jika: thit > ttabel.
·         Terima Ho dan tolak Ha jika: thit =  ttabel.

c.       Analisis Data Respon Siswa
Untuk mengetahui respon siswa maka dianalisis dengan menghitung rata-rata keseluruhan skor yang telah dibuat dengan model skala Likert. Sebagaimana yang dikemukakan Sukardi bahwa “Dalam menskor skala kategori Likert, jawaban diberi bobot atau disamakan dengan nilai kuantitatif 4, 3, 2, 1 untuk pertanyaan positif dan 1, 2, 3, 4 untuk pertanyaan bersifat negative”.[28] Pada penelitian untuk pernyataan positif maka diberi skor 4 untuk sangat setuju, 3 untuk setuju, 2 untuk tidak setuju dan 1 untuk sangat tidak setuju. Sedangkan untuk pernyataan negatif diberi skor sebaliknya yaitu skor 1 untuk sangat setuju, 2 untuk setuju, 3 untuk tidak setuju, dan 4 untuk sangat tidak setuju.
Untuk mennghitung skor rata-rata respon siswa dapat digunakan rumus sebagai berikut:
Skor rata-rata =
Keterangan:  
f1      =   Banyak siswa yang dapat menjawab pilihan A (sangat setuju)
n1     =   Bobot skor pilihan A (sangat setuju)
f2     =   Banyak siswa yang menjawab pilihan B (setuju)
n2     =   Bobot skor pilihan B (setuju)
f3      =   Banyak siswa yang menjawab pilihan C (tidak setuju)
n3     =   Bobot skor pilihan C (tidak setuju)
f4      =   Banyak siswa yang menjawab pilihan D (sangat tidak setuju)
n4     =   Bobot skor pilihan D (sangat tidak setuju)
N     =   Jumlah seluruh siswa yang memberikan respon terhadap pembelajaran.[29]

Kriteria skor rata-rata untuk respon siswa adalah sebagai berikut:
3  skor rata-rata ≤ 4  sangat positif
2 skor rata-rata  3  positif
1  skor rata-rata ≤ 2   negatif
0 skor rata-rata ≤ 1  sangat negatif.[30]
Kemudian dalam menjaga keseimbangan penulisan skripsi ini penulis berpedoman pada buku “Panduan Penulisan Karya Ilmiah” Fakultas Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Aceh, 2008.




[1] Moh. Soleh Hamid, Metode Edutaintment, (Jogjakarta: Diva Press, 2011), hal. 11.

[2] E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi: Karakteristik dan Implementasi (Bandung: Rosda Karya, 2005), hal. 100.

[3] Ibid, hal. 100.

[4] Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), hal.  123.

[5] Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), hal. 124.

[6] Ahmad Sutanto, Teori Belajar dan Pembelajaran Di Sekolah Dasar, (Jakarta: Kencana Perdana Media Grup, 2013), hal. 67.

[7] Hasil Wawancara dengan Guru Matematika di SMKN 3 Kota Banda Aceh 16 Maret 2015.

[8] Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), hal. 255.

[9] Pusat Pembinaan dan Pengembangan Belajar, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hal. 144.

[10] Dwi  Adi K, Kamus Praktis Bahasa Indonesia, (Surabaya: Fajar Mulya, 2001), hal. 508.

[11] Nurhadi, Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya Dalam KBK, (Malang: Universitas Negeri Malang, 2004), hal. 13.

[12] Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012) hal. 255.

[13] Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Bandung: Bina Aksara, 1998), hal. 61.

[14] Ibid, hal. 64.

[15] Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Bumi Aksara, 1998), hal. 78.

[16] Ibid

[17] Sudjana, Metode Statistika, (Bandung: Tarsito, 2005), hal. 6.

[18] Arifin, Zainal, Evaluasi Instrumen, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1991), hal. 22.

[19] Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian, (Jakarta: Rinika Cipta, 2003), hal. 101.

[20] Hasil Wawancara Penulis dengan Guru Matematika di SMKN 3 Kota Banda Aceh Pada Tanggal 16 Maret 2015.

[21] Sudjana, Metode Statistika, (Bandung: Tarsito, 2005), hal. 69.

[22] Sudjana, Metode Statistik, (Bandung : Tarsito, 2005), hal. 47.

[23] Ibid, hal. 70.


[24] Ibid, hal 95.

[25] Ibid, hal. 190.

[26] Ibid, hal. 191.

[27] Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta : Rineka Cipta, 2006), hal. 86.

[28] Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan; Kompetensi dan Prakteknya, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal. 14.
               
[29] Ibid, hal. 147.

[30]  Ibid, hal. 148.


BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A.    Teori Belajar Konstruktivisme
Pengertian belajar dapat kita temukan dalam berbagai sumber atau literatur. Hampir semua ahli telah mencoba merumuskan dan membuat tafsiran tentang belajar. Seringkali pula perumusan dan tafsiran itu berbeda satu sama lain karena sebuah definisi itu sangat tergantung kepada siapa yang mendefinisikan, namun demikian selalu mengacu pada prinsip yang sama.
Secara umum belajar merupakan suatu proses usaha sadar yang dilakukan oleh individu untuk suatu perubahan dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak memiliki sikap menjadi bersikap benar, dari tidak terampil menjadi terampil melakukan sesuatu. Belajar tidak hanya sekedar memetakan pengetahuan atau informasi yang disampaikan. Namun bagaimana melibatkan individu secara aktif membuat atau pun merevisi hasil belajar yang diterimanya menjadi suatu pengalaman yang bermanfaat bagi pribadinya.
Teori adalah seperangkat azas yang tersusun tentang kejadian-kejadian tertentu dalam dunia nyata.[1] Sedangkan tata cara pengaplikasian kegiatan belajar mengajar antara guru dan siswa, dan perancangan cara pembelajaran yang akan dilaksanakan dikelas maupun diluar kelas merupakan teori dari belajar.
Teori sering dianggap sebagai hal yang lebih mudah dilakukan dibandingkan dengan prakteknya. Akan tetapi, perlu kita telaah lebih lanjut bahwa dalam membuat sebuah teori tidaklah mudah sehingga perkembangan teori dalam dinamika keilmuan tidak begitu cepat. Maka dari itu, seorang ilmuan yang menghasilkan teori sangat dihargai dan dikenang oleh masyarakat luas, minimalnya oleh orang yang mengkaji bidang keilmuannya.
Menurut Rahmah Johar “pembelajaran kontekstual pada dasarnya mengacu pada teori konstruktivisme”[2] siswa diharapkan membangun pemahaman sendiri dari pengalaman, atau pengetahuan terdahulu, sehingga pengalaman belajar siswa lebih relevan dan berarti bagi siswa dalam pembelajaran seumur hidup. Selanjutnya Rahmah Johar berpendapat bahwa “belajar menurut pandangan konstruktivisme adalah suatu proses aktif dari si pembelajar dalam membangun pengetahuannya, bukan proses pasif  yang hanya menerima tranformasi pengetahuan dari guru melalui ceramah”.[3] Selanjutnya Bimo Walgito menyatakan bahwa “belajar merupakan suatu prosesi yang mengakibatkan adanya perubahan perilaku (change in behaviour or performance), ini berarti setelah selesai belajar individu mengalami perubahan dalam perilakunya”.[4]
Jadi menurut teori konstruktivisme, belajar adalah kegiatan yang aktif dimana siswa membangun sendiri pengetahuannya dan mencari sendiri makna dari sesuatu yang mereka pelajari. Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis.
Konstruktivisme memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a)      Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri.
b)      Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke murid, kecuali hanya dengan keaktifan murid sendiri untuk menalar.
c)      Murid aktif mengkonstruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep ilmiah.
d)     Guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses konstruksi berjalan lancar.
e)      Struktur pembalajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan.[5]

Adapun tujuan dari teori konstruktivisme adalah sebagai berikut:
a)      Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri.
b)      Mengembangkan pengetahuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mencari sendiri pertanyaannya.
c)      Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara lengkap.
d)     Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.
e)      Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.[6]

Menurut Slavin (dalam Muhammad Nur) “teori konstruktivisme ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merefisinya apabila aturan-aturan itu tidak benar”.[7] John Dewey dalam Yuni Hartati mengatakan bahwa “dalam teori konstruktivisme, pendidik yang cakap harus melaksanakan pengajaran dan pembelajaran sebagai proses menyusun atau membina pengalaman secara lanjut atau kontinu.”[8]  Dari penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa agar siswa benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah menemukan segala sesuatu untuk dirinya, dan berusahan dengan sungguh-sungguh melalui pengajaran dan pembelajaran yang berkelanjutan.
Yang terpenting dari teori belajar konstruktivisme adalah guru tidak boleh hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun pengetahuan didalam pikirannya sendiri. Seorang guru dapat membantu proses ini dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi menjadi sangat bermakna dan sangat relevan bagi siswa, dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide dan dengan mengajak siswa agar menyadari dan menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar.
Dalam mengajar menurut konstruktivisme, terdapat kelebihan dan kekurangan, yaitu:[9]
1.      Kelebihan konstruksivisme
a)      Berfikir, dalam proses membina pengetahuan baru, murid berfikir untuk mencari ide, menyelesaikan masalah, dan membuat keputusan.
b)      Faham, oleh karena murid terlibat secara langsung dalam membina pengetahuan baru, mereka akan lebih faham dan boleh mengaplikasikannya dalam semua situasi.
c)      Ingat, oleh karena murid terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan lebih lama mengingat semua konsep.
d)     Kemahiran sosial, kemahiran sosial diperoleh apabila berinteraksi dengan rekan dan guru dalam membina pengetahuan baru.
e)      Seronok, oleh karena mereka terlibat secara terus, mereka faham, ingat, yakin dan berinteraksi dengan sehat, maka meraka akan merasa seronok belajar dalam membina pengetahuan baru.

2.      Kekurangan konstruktivisme
“Dalam bahasan kekurangan atau kelemahan ini mungkin bisa kita lihat dalam proses belajarnya dimana peran guru sebagai pendidik sepertinya kurang begitu mendukung, siswa berbeda persepsi satu dengan yang lainnya”.

Teori konstruktivisme bermula dari gagasan Piaget. Selanjutnya Piaget (dalam Ruseffendi) menjelaskan bahwa “pengetahuan dibangun dalam pikiran anak melalui asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah penyerapan informasi baru dalam pikiran sedangkan akomodasi adalah menyusun kembali struktur pikiran karena adanya informasi baru sehingga informasi tersebut mempunyai tempat”.[10] Pengertian lain menurut Asri Budiningsih menyatakan bahwa “Asimilasi adalah proses perubahan apa yang dipahami sesuai dengan struktur kognitif yang ada sekarang, sementara akomodasi adalah proses perubahan struktur kognitif sehingga dapat dipahami”.[11] Dengan kata lain, apabila individu menerima informasi atau pengalaman baru maka informasi tersebut akan dimodifikasi sehingga cocok dengan struktur kognitif yang telah dipunyainya, proses ini disebut asimilasi. Sebaliknya, apabila struktur kognitif yang sudah dimiliknya yang harus disesuaikan dengan informasi yang diterima, maka hal ini disebut akomodasi. 
Dari beberapa pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran yang mengacu kepada teori belajar konstruktivisme lebih menfokuskan pada kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan pengalaman mereka. Bukan kepatuhan siswa dalam refleksi atas apa yang telah diperintahkan dan dilakukan oleh guru. Dengan kata lain, siswa lebih diutamakan untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan mereka melalui asimilasi dan akomodasi.

B.     Pengertian Pendekatan Pembelajaran
Perlu dipahami bahwa strategi, metode, pendekatan, dan teknik mengajar mempunyai satu tujuan yang sama, yaitu agar tujuan pembelajaran dapat dicapai dengan hasil yang memuaskan dan maksimal. Kalau belajar dikatakan kegiatan siswa, maka mengajar dikatakan kegiatan guru, jadi pembelajaran adalah suatu proses interaksi antara individu dengan lingkungan yang di dalammya terdapat unsur pemberi informasi/pengetahuan yaitu guru dan penerima informasi yaitu siswa.
Istilah pembelajaran merupakan padanan dari kata dalam bahasa Inggris instruction, yang berarti proses membuat orang belajar. Menurut Sadiman (dalam Indah Komsiyah) “Pembelajaran adalah suatu usaha untuk membuat peserta didik belajar atau suatu kegiatan untuk membelajarkan peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran merupakan upaya menciptakan kondisi agar terjadi kegiatan belajar.”.[12] Tujuannya ialah membantu orang belajar, atau memanipulasi (merekayasa) lingkungan sehingga memberi kemudahan bagi orang yang belajar.
Gagne dan Biggs (dalam Departemen Pendidikan Nasional) mendefinisikan pembelajaran sebagai suatu rangkaian events (kejadian, peristiwa, kondisi, dsb) yang secara sengaja dirancang untuk mempengaruhi peserta didik (pembelajaran), sehingga proses belajarnya dapat berlangsung dengan mudah.[13] Pembelajaran bukan hanya terbatas pada peristiwa yang dilakukan oleh guru saja, melainkan mencakup semua peristiwa yang mempunyai pengaruh langsung pada proses belajar manusia. Pembelajaran mencakup pula kejadian-kejadian yang dimuat dalam bahan-bahan cetak, gambar, program radio, televisi, film, slide maupun kombinasi dari bahan-bahan tersebut.
Di dalam proses pembelajaran, guru sebagai pengajar sekaligus pendidik memegang peranan dan tanggung jawab yang besar dalam rangka membantu meningkatkan keberhasilan peserta didik dalam mencapai hasil belajar yang baik. Hasil belajar yang baik hanya dicapai melalui proses belajar yang baik pula. Jika proses belajar tidak optimal sangat sulit diharapkan terjadinya hasil belajar yang baik.
Setiap orang atau dengan kata lain guru mempunyai cara yang berbeda dalam melaksanakan suatu kegiatan dalam pembelajaran. Biasanya cara tersebut telah direncanakan terlebih dahulu sebelum pelaksanaan kegiatan itu dilaksanakan. Bila belum mencapai hasil yang optimal, mereka berusaha mencari cara lain yang dapat mencapai tujuannya. Proses tersebut menunjukkan bahwa orang selalu berusaha mencari cara terbaik untuk mendapatkan hasil yang diharapkan. Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk mencapai hasil belajar yang optimal adalah dengan melakukan pendekatan pembelajaran. Menurut  Lawson:
Pendekatan belajar dapat dipahami sebagai segala cara atau strategi yang digunakan siswa dalam menunjang keefektifan dan efesiensi proses pembelajaran materi tertentu. Strategi dalam hal ini berarti seperangkat lankgkah operasioanal yang rekayasa sedemikian rupa untuk memecahkan masalah atau tujuan belajar tertentu.[14]

Menurut Muhibbin Syah “pendekatan belajar (approach to learning) yaitu jenis upaya belajar yang meliputi strategi, model dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan pembelajaran materi-materi pelajaran”.[15]
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pendekatapembelajaran  dapat  diartikan  sebagai  titik  tolak atau sudut pandang terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginspirasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoritis tertentu.

C.    Pengertian Pembelajaran Kontekstual
            Pembelajaran bukan sekedar memberikan pengetahuan, nilai atau pelatihan keterampilan, melainkan berfungsi mengaktualisasi potensi dan mengembangkan kemampuan siswa. Setiap siswa memiliki potensi dan pengetahuan awal (pengalaman), maka peran guru memberdayakan siswa agar potensi dan pengetahuannya tersebut bermanfaat bagi kehidupannya.
Inovasi pendidikan telah banyak dihasilkan melalui kajian secara teoritis dan empiris, tetapi diseminasi dan sosialisasinya masih belum berhasil mengubah praktik pembelajaran. Salah satu inovasi pendidikan tersebut adalah strategi pembelajara yang mendorong siswa membangun pengetahuan yang dikenal dengan pendekatan kontekstual.
Kata kontekstual diambil dari bahasa Inggris yaitu contextual kemudian diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi kontekstual. Kontekstual memiliki arti berhubungan dengan konteks atau dalam konteks. Konteks membawa maksud keadaan, situasi dan kejadian.[16] Menurut pendapat Nurhadi pembelajaran kontekstual adalah “konsep belajar yang membantu guru menggabungkan isi pelajaran dengan dunia nyata, dan memotivasi siswa menghubungkan pengetahuan dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat”.[17] Pendekatan kontekstual bertujuan membekali siswa dengan pengetahuan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari suatu permasalahan ke permasalahan lain, dari satu konteks ke konteks lain.[18]
Menurut Nurhadi pembelajaran kontekstual mendasarkan diri pada kecenderungan pemikiran tentang belajar sebagai berikut:
a.       Proses Belajar
Anak belajar dari mengalami sendiri, mengkonstruksi pengetahuan, kemudian memberikan makna pada pengetahuan tersebut.
b.      Transfer Belajar
Anak harus tahu makna belajar dan menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang diperolehnya untuk memecahkan masalah dalam kehidupan.
c.       Siswa Sebagai Pembelajar
Manusia mempunyai kecenderungan untuk belajar dalam bidang tertentu, dan seorang anak mempunyai kecenderungan untuk belajar dengan cepat hal-hal baru. Tugas guru: mengatur strategi belajar, membantu menghubungkan pengetahuan lama dan baru dan memfasilitasi belajar.


d.      Pentingnya Lingkungan Belajar
Belajar efektif dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada siswa. Lupakan tradisi guru akting di panggung siswa menonton. Ubah menjadi ssiwa aktif bekerja dan belajar di panggung, guru mengarahkan dari dekat.[19]

Selanjutnya Nurhadi mengemukakan bahwa “dalam pembelajaran kontekstual memuat dua proses kegiatan, yakni kegiatan guru proses melakukan atau menjadikan orang lain (siswa) belajar, dan kegiatan siswa melakukan kegiatan belajar”.[20] Sedangkan kontekstual memuat makna berhubungan dengan konteks atau situasi yang ada hubungannya dengan kejadian. Jadi dalam proses pembelajaran ini diharapkan bahwa melalui pendekatan ini siswa dapat menghubungkan pelajarannya dengan pengetahuan sebelumnya, konteks saat ini, atau menghubungkannya dengan dunia luar.
Trianto mengemukakan pengembangan kontekstual harus berorientasi pada beberapa hal, yaitu: “(1) Berbasis program; (2) menggunakan multipel konteks; (3) menggambarkan keanekaragaman pelajaran; (4) mendukung pengaturan belajar mandiri; (5) menggunakan grup belajar yang saling tergantung; (6) menggunakan assassment yang otentik”.[21] Sedangkan karakteristik pada kontekstual, yaitu: “(1) Kerja sama; (2) saling menunjang; (3) menyenangkan, mengasyikkan; (4) tidak membosankan (joyfull, comfortable); (5) belajar dengan bergairah; (6) pembelajaran terintegrasi; dan (7) menggunakan berbagai sumber siswa aktif”.[22]  Selanjutnya Trianto menyatakan bahwa kontekstual memiliki elemen belajar yang konstruktivistik, yaitu:
(1) Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating knowledge); (2) pemerolehan pengetahuan baru (acquiring knowledge); (3) pemahaman pengetahuan (understanding knowledge); (4) mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman (applying knowledge); dan (5) melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan pengetahuan tersebut.[23]

Dalam kelas kontekstual, materi pelajaran akan bermakna jika siswa mempelajari materi pelajaran yang disajikan melalui konteks kehidupan mereka, dan menemukan arti dalam proses pembelajaran, sehingga pembelajaran akan menjadi berarti dan menyenangkan. Siswa akan bekerja keras untuk mencapai tujuan pembelajaran, mereka menggunakan pengalaman dan pengetahuan sebelum untuk membangun pengetahuan baru. Dan selanjutnya siswa memanfaatkan kembali pemahaman pengetahuan dan kemampuannya itu dalam berbagai konteks di luar sekolah untuk menyelesaikan permasalahan dari dunia nyata yang kompleks, baik secara mandiri maupun dengan berbagai kombinasi dan struktur kelompok.
Jadi jelas bahwa pemanfaatan pembelajaran kontekstual akan menciptakan ruang kelas yang di dalamnya siswa akan menjadi peserta aktif bukan hanya pengamat yang pasif, serta bertanggung jawab terhadap belajarnya. Dalam upaya itu, mereka memerlukan guru sebagai fasilitator dan mediator. Guru lebih banyak berusaha dengan strategi dari pada memberi informasi. Tugas guru adalah mengelola kelas agar menjadi kondusif untuk belajar siswa. Dengan demikian, guru harus memberi kesempatan dan mendorong siswanya untuk secara aktif berperan dalam proses belajar. Jika terjadi kendala dalam proses tersebut, guru diharapkan mampu mengarahkannya. Jadi, pengetahuan atau keterampilan itu akan diterima oleh siswa sendiri, bukan apa kata guru.

D.    Langkah-Langkah Pembelajaran Kontekstual
Sebuah kelas di katakan menggunakan pendekatan kontekstual jika menerapkan ketujuh komponen berikut ini dalam pembelajarannya. Dan untuk melaksanakan hal itu secara garis besar, langkahnya adalah sebagai berikut:
1.      Konstruktivisme (constructivism)
Konstrukstivisme adalah teori belajar dimana siswa menyusun atau membangun sendiri pengertian dan pemahamannya dari pengalaman baru yang didasarkan pada pengetahuan dan keyakinan awal yang telah dimilikinya. Wina Sanjaya mengemukakan “konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman”.[24] Dalam pandangan konstruktivisme, strategi memperoleh lebih diutamakan dibandingkan seberapa banyak siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan. Selanjutnya Trianto menyatakan bahwa “siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide. Guru tidak akan mampu memberikan semua pengetahuan kepada siswa. Siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri”.[25]

2.      Menemukan (inquiry)
Inquiri artinya proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berfikir secara sistematis.[26] Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri.[27] Guru harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan, apapun materi yang diajarkannya.
3.      Bertanya (questioning)
Pengetahuan yang dimiliki seseorang, selalu bermula dari “bertanya”. Penggunaan pertanyaan di dalam kelas menurut pendapat Nurhadi adalah “dapat diterapkan antara siswa dengan siswa, guru dengan siswa, siswa dengan guru, dan siswa dengan orang lain di datangkan di kelas”.[28] Dalam sebuah pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya berguna untuk:
(a)  Menggali informasi, baik administrasi dan akademis; (b) mengecek pemahaman siswa; (c) membangkitkan respon kepada siswa; (d) mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa; (e) mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa; (f) memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru; (g) membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa; dan (h) menyegarkan kembali pengetahuan siswa.

4.      Masyarakat belajar ( learning community)
Masyarakat belajar bisa terjadi apabila ada proses komunitas dua arah. Hasil belajar diperoleh dari sharing antara teman, antar kelompok, dan antara yang sudah tahu ke yang belum tahu. Dua kelompok atau lebih yang terlibat dalam komunikasi pembelajaran saling belajar. Di dalam masyarakat belajar ini setiap orang harus bersedia untuk berbicara dan berbagai pendapat, mendengarkan pendapat orang lain dan berkolaborasi membangun pengetahuan dengan orang lain dalam kelompoknya.
5.      Pemodelan (modeling)
Modeling merupakan proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa.[29] Dalam pembelajaran kontekstual, guru bukan satu-satunya model. Pemodelan dapat dirancang dengan melibatkan siswa. Seseorang dapat ditunjuk untuk memodelkan sesuatu berdasarkan pengalaman yang diketahuinya. Model dapat juga didatangkan dari luar yang ahli dibidangnya. Ada empat fase belajar dari model yaitu: (a) fase perhatian; (b) fase retensi; (c) fase reproduksi; (d) fase motivasi.[30]
6.      Refleksi (reflection)
Reflektif adalah cara berfikir tentang apa yang baru dipelajari atau berfikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan di masa yang lalu.[31] Melalui reflektif siswa bisa mereviu peristiwa, kegiatan, pengalaman, memikirkan apa yang dipelajarinya, bagaimana perasaannya, dan bagaimana memanfaatkan pengetahuan yang baru dipelajarinya. Dalam proses pembelajaran dengan menggunakan kontekstual, setiap berakhir proses pembelajaran, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk “merenung” atau mengingat kembali apa yang telah dipelajarinya.[32]
7.      Penilaian yang sebenarnya (authentic assessment)
Penilaian yang sebenarnya adalah proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa.[33] Penilaian yang autentik dilakukan secara terintegrasi dengan proses pembelajaran. Penilaian ini dilakukan secara terus-menerus selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Oleh sebab itu, tekanannya diarahkan kepada proses belajar bukan kepada hasil belajar.

E.     Materi Statistika di SMK
Materi statistika dalam penulisan ini disadur dari buku matematika untuk SMA kelas X yang diterbitkan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia 2013.
1.      Pengertian Statistik
Banyak persoalan dinyatakan dan dicatat dalam bentuk bilangan atau angka-angka. Kumpulan angka-angka itu sering disusun atau disajikan dalam bentuk daftar atau tabel. Sering daftar atau tabel tersebut disertai dengan gambar-gambar,  dan  disebut  dengan  statistik.  Jadi  kata  statistik  telah dipakai untuk menyatakan kumpulan data, bilangan maupun non bilangan yang disusun dalam tabel dan atau diagram, yang menggambarkan suatu persoalan. Statistik yang menjelaskan sesuatu hal biasanya diberi nama statistik mengenai hal yang bersangkutan. Misal statistik penduduk, statistik kelahiran dan lain sebagainya.
2.      Pengertian Statistika
Dari hasil pengamatan atau penelitian, dalam laporannya sering diperlukan suatu uraian, penjelasan atau kesimpulan tentang persoalan yang diamati atau diteliti. Sebelum membuat kesimpulan, keterangan atau data yang terkumpul terlebih dahulu dipelajari, diolah atau dianalisis, dan berdasarkan pengolahan data inilah baru dibuat kesimpulan. Mulai dari pengumpulan data, pengolahan data dan pengambilan kesimpulan haruslah mengikuti cara-cara yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan. Ini semua merupakan pengetahuan tersendiri yang dinamakan dengan statistika. Jadi statistika adalah pengetahuan yang berhubungan dengan cara-cara pengumpulan data, pengolahan atau penganalisisannya dan penarikan kesimpulan berdasarkan kumpulan data dan penganalisisan yang dilakukan.
3.      Pengumpulan Data
Statistika tak pernah bisa lepas dengan yang namanya data, data merupakan sekumpulan datum yang dimana datum itu sendiri merupakan fakta tunggal. Totalitas semua nilai (data) yang mungkin, hasil menghitung ataupun mengukur, kuantitatif maupun kualitatif mengenai karakteristik tertentu dari semua anggota kumpulan yang lengkap dan jelas yang ingin dipelajari sifat- sifatnya disebut populasi. Sebagian yang diambil dari populasi disebut sampel.


4.      Penyajian Data
Penyajian data merupakan salah satu elemen penting dalam mempelajari statistika. Penyajian data yang baik akan mempermudah kita utuk membaca dan mengolah data tersebut. Untuk   keperluan   laporan   atau   analisis   yang   lain,   data   yang dikumpulkan, baik data dari populasi ataupun sampel, perlu diatur, disusun, disajikan dalam bentuk yang jelas dan baik. Ada 2 macam penyajian data yang  sering  dipakai,  yaitu  tabel  atau  daftar  dan  grafik  atau  diagram/ plot.

a.      Penyajian Data dalam Bentuk Tabel
Pada dasarnya ada 2 macam tabel yang dikenal, yaitu tabel biasa dan tabel distribusi frekuensi.

1.      Tabel Biasa
Nama nama bagian tabel adalah judul tabel, judul kolom, judul baris, sel, dan sumber. Adapun garis besar sebuah tabel dengan nama-nama bagiannya adalah sebagi berikut:
JUDUL TABEL

Judul kolom
Judul kolom
Judul kolom
Judul kolom
Judul
Baris





Sel




Sel





Sumber Data

Judul tabeditulidtengah-tengah  paling  atas  dan  ditulis  dengan huruf kapital. Judul tabel memuat apa, macam, klasifikasi, dimana, kapan, dan satuan data yang digunakan secara singkat. Judul kolom dan judul baris ditulis dengan singkat. Sel adalah tempat nilai-nilai data, dan sumber menjelaskan asal data. Sebagai contoh tabel sebagai berikut:
Contoh :
Seorang petugas administrasi dari SMK Negeri 3 B.Aceh ditugasi untuk mendata banyak lulusan menurut jenis kelamin dari tahun 2005 sampai 2010. Dia mencatat ada 180 siswa lulus di tahun 2005 yang terdiri atas 80 perempuan dan 100 laki-laki, 170 siswa lulus di tahun 2006 yang terdiri atas 90 perempuan dan 80 laki-laki, 185 siswa lulus di tahun 2007 yang terdiri atas 95 perempuan dan 90 laki-laki, 195 siswa lulus di tahun 2008 yang terdiri atas 100 perempuan dan 95 laki-laki, 200 siswa lulus di tahun 2009 yang terdiri atas 100 perempuan dan 100 laki-laki, dan ada 210siswa lulus di tahun 2010 yang terdiri atas 100 perempuan dan 110 laki-laki. Untuk keperluan laporan agar mudah dibaca, bantulah petugas administrasi untuk menyajikan dalam bentuk tabel.
Penyelesaian:
Pada kolom pertama diberikan kategori tahun yang menunjukkan tahun yang diteliti. Kolom kedua menunjukkan jenis kelamin yang dipisahkan menjadi laki-laki dan perempuan. Jumlah lulusan perempuan dan laki-laki ditulis sesuai data yang diperoleh. Kolom ketiga adalah kolom jumlah, yang menunjukkan jumlah lulusan perempuan dan laki-laki pada tahun tertentu. Berikut ini tabel tentang jumlah siswa yang lulus dari tahun 2005-2010.
Tahun lulus
Jenis kelamin
Jumlah siswa lulus
Perempuan
Laki-laki
2005
80
100
180
2006
90
80
170
2007
95
90
185
2008
100
95
195
2009
100
100
200
2010
100
110
210

2.      Tabel Distribusi Frekuensi
Tabel distribusi frekuensi terdiri dari dua jenis, yaitu tabel distribusi untuk data tunggal dan tabel distribusi untuk data berkelompok.  Berikut ini langkah-langkah menyusun tabel distribusi frekuensi untuk data berkelompok (berkuantitas besar):
1.      Tentukan rentang (R) yaitu data terbesar dikurangi data terkecil
2.      Tentukan banyak kelas interval (k). Banyak kelas interval yang sering digunakan berkisar antara 5 dan 15, yang diperoleh menurut keperluan. Pada tahun 1925, Sturges menemukan aturan daalm pemilihan banyak kelas, yang kemudian dikenal dengan nama aturan Sturges. Yaitusebagaiberikut: k = 1 + (3,3) log n
3.      Tentukan panjang interval kelas, yaitu dengan aturan rentang dibagi banyak kelas.
4.      Interval-interval kelas tersebut diletakkan dalam suatu kolom, kemudian diurutkan dari interval kelas terendah pada baris paling atas dan seterusnya
5.      Data diperiksa dan dimasukkan ke dalam interval kelas yang sesuai. Banyak data yang masuk dalam suatu interval kelas dinamakan frekuensi interval kelas.

Contoh:
Diberikan data hasil ulangan akhir semester dari 80 siswa kelas X SMA Y untuk bidang studi matematika sebagai berikut.
35  50  57  61  65  70  74  75  80  86  89  96  38  50  57  63  66  70  76  80
86  89  98  40  51  57  67  70  76  81  87  90  99  43  58  67 71  77  81  87
90  99  60  68  71  77  82  87  90  60  69  72  78  82  88  91  60  69  72  79
83  88  92  61  73  70  83  88  92  69  74  79  84  89  92  79  93  74  73  74
Sajikan data tersebut dalam tabel distribusi frekuensi.
Penyelesaian:
1.      R = Data terbesar – Data terkecil
R = 99 – 35
R = 6
2.      K = 1 + 3,3 log n
K = 1 + 3,3 log 80
K = 1 + 3,3 (1,903)
K = 1 + 6,2799
K = 7,2799 dibulatkan menjadi 7 atau 8
3.      P =  
P =
P = 9,14


Intervak kelas
Frekuensi
35 – 44
4
45 – 54
3
55 – 64
10
65 – 74
22
75 – 84
18
85 – 94
19
94 – 104
4
Jumlah
80

b.      Penyajian Data dalam Bentuk Diagram/ Plot.
Secara garis besar penyajian data dalam bentuk diagram/ plot dibagi menjadi 2 macam, yaitu diagram untuk data tunggal dan diagram untuk data berkelompok.
1.      Diagram Untuk Data Tunggal
Data tunggal merupakan data berkuantitas kecil. Penyajian data tunggal dalam bentuk diagram/ plot dapat dibedakan menjadi 4, diantaranya sebagai berikut:
a.       Diagram batang
Diagram batang adalah bentuk penyajian data statistik dalam bentuk batang yang dicatat dalam interval tertentu pada bidang cartesius. Ada dau jenis diagram batang, yaitu diagram batang horizontal dan diagram batang vertikal.
b.      Diagram garis
Seperti halnya diagram batang, diagram garis memerlukan sistem sumbu datar (horizontal) dan sumbu tegak (vertikal) yang saling berpotongan tegak lurus. Sumbu mendatar biasanya menyatakan jenis data, misalnya waktu dan berat.adapun sumbu tegaknya menyatakan frekuensi data.
Langkah-langkah untuk membuat diagaram garis adalah sebagai berikut:
1.      Buatlah suatu koordinat (berbentuk bilangan) dengan sumbu mendatar menunjukkan waktu dan sumbu tegak menunjukkan data pengamatan.
2.      Gambarlah titik koordinat yang menunjukkan data pengamatan pada waktu t.
3.      Secara berurutan sesuai dengan waktu, hubungkan titik-titik koordinat tersebut dengan garis garis lurus.
c.       Diagram lingkaran
Diagram lingkaran adalah penyajian data statistik dengan menggunakan gambar yang berbentuk lingkaran. Bagian-bagian dari daerah lingkaran menunjukkan bagian-bagian atau persen dari keseluruhan. Untuk membuat diagram lingkaran, terlebih dahulu ditentukan besarnya persentase tiap objek terhadap keseluruhan data dan besarnya sudut pusat sektor lingkaran. Diagram lingkaran terbagi menjadi juring-juring lingkaran yang luasnya disesuaikan dengan data yang ada. Untuk itu perlu ditentukan besar sudut pusat dari setiap juring tersebut.
Rumus persentase
Rumus derajat (o) =
Langkah-langkah untuk membuat diagram lingkaran adalah sebagai berikut:
1.      Buatlah sebuah lingkaran pada kertas.
2.      Bagilah lingkaran tersebut menjadi beberapa juring lingkaran untuk menggambarkan kategori yang datanya telah diubah ke dalam derajat.

d.      Diagram gambar
Diagram gambar atau juga disebut dengan diagram simbul ialah suatu diagram yang menggambarkan simbul. Simbul dari data sebagai alat visual untuk orang awam. Misalnya, hutan digambarkan dengan pohon, listrik digambarkan dengan bola lampu.
Contoh:
Berikut ini data banyaknya siswa kelas X-BS yang tidak masuk dalam 7 hari berterut-turut. Sajikanlah data tersebut dalam bentuk diagram/ plot.
Hari
1
2
3
4
5
6
7
Banyak siswa absen
5
15
10
15
20
25
10

Penyelesaian:
a.       Diagram batang
      Diagram batang vertikal                  Diagram batang horizontal 
    
b.      Diagram garis
c.       Diagram lingkaran

Data dalam persentase:
Hari ke-1 =  . 100% = 5%
Hari ke-2 =  . 100% = 15%
Hari ke-3 =  . 100% = 10%
Hari ke-4 =  . 100% = 15%
Hari ke-5 =  . 100% = 20%
Hari ke-6 =  . 100% = 25%
Hari ke-7 =  . 100% = 10%


Data dalam derajat:
Hari ke-1 =  . 360o = 18o
Hari ke-2 =  . 360o = 54o
Hari ke-3 =  . 360o = 36o
Hari ke-4 =  . 360o = 54o
Hari ke-5 =  . 360o = 72o
Hari ke-6 =  . 360o = 90o
Hari ke-7 =  . 360o = 36o
Diagram gambar
Hari
Jumlah siswa absen (      = 5 orang)
1
2
3
4
5
6
7

2.      Diagram Untuk Data Berkelompok
Data berkelompok merupakan data berkuantitas besar. Penyajian data berkelompok dapat disajikan dalam beberapa diagram, di sini akan dibahas diagram histogram dan poligon. Sebelum disajikan dalam bentuk diagram, data terlebih dahulu di sajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi bergolong.
a.         Diagram histogram
Jika pada diagram batang, gambar batang-batangnya terpisah maka pada diagram histogram gambar batang-batangnya berimpit.
b.        Diagram poligon
Apabila pada titik-titik tengah dari histogram dihubungkan dengan garis dan batang-batangnya dihapus, maka akan diperoleh diagram poligon.
Contoh:
Hasil pengukuran berat badan terhadap 100 siswa SMK X digambarkan dalam distribusi bergolong seperti di bawah ini. Sajikan data tersebut dalam histogram dan poligon frekuensi.
Berat Badan (Kg)
Titik Tengah
Frekuensi
15 – 19
17
2
20 – 24
22
10
25 – 29
27
19
30 – 34
32
27
35 – 39
37
16
40 – 44
42
10
45 – 49
47
6
50 – 54
52
5
55- 59
57
3
60 – 64
62
2


100




Penyelesaian:
Histogram dan poligon frekuensi dari tabel di atas dapat ditunjukkan sebagai berikut.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgYeD8-Bnw5tiu56lBEqYGgnIsLZBxi_ZIGIF56y5BDL797FULybtIIKK6-7ih8n-O6waDOZAIjYGNOsv2GOsyU3C7gASrQ548EpCe_5kzFMxontDDG1vty9iBBFZebra1TNS0tFFAB/s400/g12.jpg

F.     Langkah-Langkah Pembelajaran Materi Statistika Dengan Pembelajaran Kontekstual
Semua kemajuan dan perkembangan zaman serta peradaban manusia selalu tidak terlepas dari unsur matematika. Oleh karena itu wajar bila matematika menjadi induk dari segala ilmu pengetahuan di dunia ini. Banyak sekali manfaat mempelajari matematika dalam kehidupan sehari-hari. Dalam kaitannya dengan materi statistika, statistika tidak hanya bertumpu pada angka-angka untuk pemerintahan saja, tetapi telah mengambil bagian dalam berbagai   bidang kehidupan, termasuk penelitian-penelitian pada hampir seluruh cabang ilmu. Pada saat statistika digunakan dengan benar dan sesuai kegunaannya, statistika dapat menunjukkan trend, pola, atau karakteristik dalam apa yang dipelajari di masa lalu dan masa sekarang serta statistika dapat berguna dalam memperkirakan apa yang mungkin terjadi di masa depan.
Pendekatan kontekstual merupakan salah satu metode mengajar yang sangat menunjang keberhasilan suatu proses belajar untuk menuju hasil yang sangat baik dan juga bertujuan untuk memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengaitkan materi tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Adapun langkah-langkah pembelajaran materi statistika dengan pendekatan kontekstual adalah sebagai berikut:
1.      Kegiatan pendahuluan
Pada tahap ini sebelum dilaksanakan pembelajaran, guru mengadakan tes awal yang berkenaan dengan materi Statistika. Hal ini dilakukan untuk melihat homogenitas kemampuan siswa yang akan diajarkan, kemudian guru menyampaikan tujuan pembelajaran serta menjelaskan manfaat dari pembelajaran materi Statistika.
2.      Kegiatan inti
Pada kegiatan inti, pembelajaran dibagi dalam beberapa tahap, yaitu:
a.       Contrukstivism
Mengembangkan pemikiran siswa untuk menyusun dan membangun pemahaman dari pengalaman belajar awal yang telah dimiliki siswa tentang materi Statistika dengan menampilkan/ memperlihat diagram batang.
b.      Inquiri
Memotivasi siswa untuk mencari dan menemukan hal-hal yang tersirat dalam diagram batang yang di tampilkan tersebut dengan pola pikir yang sistematis.


c.       Questioning
Membangkitkan respon siswa tentang hal-hal yang tersirat dalam diagram batang tersebut melalui beberapa pertanyaan dan cara penyajian data dalam bentuk tabel dan diagram/ plot.
d.      Learning community
Siswa belajar berkelompok untuk saling sharing, berbagi pendapat, mendengarkan pendapat orang lain serta berkolaborasi membangun pengetahuannya melalui LKS tentang materi Statistika.
e.       Modeling
Dalam menyelesaikan LKS, siswa di berikan kebebasan dalam berkarya untuk menyajikan data dalam bentuk tabel dan diagram/ plot.
f.       Reflection
Berfikir ke belakang atau mengingat-ingat apa yang telah di pelajari berdasarkan peristiwa, kegiatan dan pengalaman yang di dapat dalam pembelajaran untuk menyelesaikan LKS.
g.      Authentic assessment
Tahap ini merupakan proses mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar siswa dilakukan secara terintegrasi dengan proses pembelajaran dan terus-menerus selama kegiatan pembelajaran berlangsung.
3.      Kegiatan penutup
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah guru membimbing siswa untuk menarik kesimpulan dan merangkum materi Statistika serta menutup kegiatan belajar mengajar.




[1] Lestari Dewi, Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran, http//:seputar pendidikan003.blogspot.com, 2013, di akses 09 April 2015.

[2] Rahmah Johar, Strategi Belajar Mengajar, (Banda Aeh: FKIP Unsiyah, 2006), hal. 15. 

[3] Ibid, hal. 68.

[4] Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum, (Yogyakarta: Andi, 2004), hal. 167.
               
[5] Surianto, Teori Belajar Konstruktivisme, (online) http://kompasiana.com, 2011, di akses 09 April 2015.

[6] Wigih Adi Wibawa, Teori Belajar Konstruktivisme, http://wiare.blogspot.com, 2013, di akses 09 April 2015.

[7] Muhammad Nur, Pendekatan-pendekatan Konstruktivisme dalam Pembelajaran, (Surabaya: IKIP Surabaya, 1998), hal. 8.

[8] Yuni Hartati, Pembelajaran Pengalaman, (Jakarta: Cipta Persada, 2004), hal. 42.

[9] Wigih Adi Wibawa, Teori Belajar Konstruktivisme, http://wiare.blogspot.com, 2013, di akses 09 April 2015.

[10] Ruseffendi, Dasar-dasar Matematika Modern dan Komputer, (Bandung: Tarsito, 1998), hal 133.

[11] Asri Budiningsih, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), hal. 31.

[12] Indah Komsiyah, Belajar dan Pembelajaran, (Yogyakarta: Teras, 2012), hal. 3-4.

[13] Departemen Pendidikan Nasional, Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran Tuntas, (Jakarta: Dirjen Dikdasmen, 2008), hal. 5.

[14] Lawson, Faktor Pendekatan Belajar, (online), husamah.staff.umm.ac.id, diakses 09 April 2015.

[15] Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT Grafindo Persada, 2003), hal 88. 

[16] Epon Ningrum, Pengembangan Strategi Pembelajaran, (Bandung: CV Putra Setia, 2013), hal. 128. 

[17] Nurhadi, Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK, (Malang: Universitas Negeri Malang, 2004), hal. 13.

[18]  Epon Ningrum, Pengembangan Strategi..., hal. 131. 

[19]  Nurhadi, Pembelajaran Kontekstual..., hal. 58.

[20] Ibid

[21]  Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan, Dan Implementasi Pada KTSP, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), hal. 110.

[22]  Ibid

[23] Ibid 

[24] Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,  2012), hal. 264.

[25] Trianto, Mendesain Model..., hal. 113.

[26] Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran..., hal. 265.

[27] Trianto, Mendesain Model..., hal. 114.

[28] Nurhadi, Pembelajaran Kontekstual..., hal. 11.

[29] Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran..., hal. 267. 

[30] Dahar, R. W., Teori-teori Belajar, (Jakarta: Depdikbud, 1998), hal. 34.

[31] Trianto, Mendesain Model..., hal. 117-118.

[32] Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran..., hal. 268. 

[33] Ibid, hal. 269. 


JIKA MENGAMBIL DATA-DATA DIATAS MOHON HUBUNGI PEMILIKNYA

1 comment:

Popular Posts

Followers